Debu

Kita terombang-ambing dalam waktu,

bagai debu-debu yang berterbangan ditengah sorotan mentari senja di balik jendela.

Hidup terasa semakin tergesa.

Kemarin dua puluh lima, hari ini tiga puluh, esok mungkin tiga puluh lima.

Besertanya ada goresan-goresan luka, duka, dan air mata. Juga canda, tawa, dan suka cita.

Aku harap bilangan-bilangan itu menjadikan kita bertambah dewasa, Aku harap angka-angka itu membuat kita semakin bijaksana.

Aku harap kita terus saling percaya dan saling menjaga.

Tak apa walau bagai debu-debu yang berterbangan, selama kita terombang-ambing bersama.

Hingga sorot mentari senja tak lagi tampak di balik jendela.

Bandar Lampung, 14 Oktober 2020

Untuk Noury, selamat datang di usia tiga puluh.

– suamimu yang kurang romantis

Sumber foto sampul: Photo by Steve Halama on Unsplash

Mungkin Begitu

Mungkin manusia memang perlu sekarat. Bukan untuk mati, tetapi agar bisa mensyukuri hidup dengan hakiki.

Mungkin manusia memang perlu sering terjatuh dan menangis tersedu. Sebelum kita sadar bahwa masa lalu, sebagaimanapun asam dan kelabu, hanyalah serupa benalu. Tak lebih daripada debu yang dengan sendirinya akan tersapu saat kita memutuskan untuk melangkah maju.

Continue reading “Mungkin Begitu”

Samping

Aku melihat dari samping

Menatapmu berkejaran dengan kumbang dan kupu-kupu

Aku duduk bergeming

Memperhatikanmu merawat bunga dari benih hingga layu

Aku merasa terasing

Melihatmu berjalan sendirian tanpa ada rasa ragu

Aku berubah hening

Menantimu lelah bertualang. Menunggumu duduk manis menemaniku.

Sudikah kau menjadi tua dan kering

Bersamaku?

Natuna, 19 April 2014

Ada

Ada yang tak terucapkan.
Kalimat-kalimat rindu yang kembali tertelan. tertahan, tercekat di kerongkongan.

Ada yang tidak tersampaikan.
Perasaan-perasaan sayang yang kembali terpendam. tersimpan, terkubur dalam angan.

Ada yang tidak terwujudkan.
Harapan-harapan yang berujung keputusasaan. terpupuskan, terhalang oleh lautan.

Ada yang tidak terpikirkan.
hal-hal yang begitu berarti, tak bisa terganti. Karena ukiran takdir telah kita patri.

Karena diam itu tidak selamanya emas.

Natuna, 28 Desember 2013

Heartbreak Series #9 – End

Aku harap kau membaca ini.

Bukan maksudku untuk membuatmu meragu. Aku hanya ingin agar kau tahu bahwa beginiliah semuanya ternyata berakhir. Dengan kau duduk di pelaminan, sedang aku tak kuasa walau hanya memandang dari kejauhan. Impianmu tercapai, membuat hidupku hancur berantakan.

Continue reading “Heartbreak Series #9 – End”

Dara

Dara, entah mengapa kini terasa hampa. Rasa yang dulu ada kini beranjak binasa, sirna. Bahkan saat kita tertawa bersama, berbagi asa dan prasangka, hatiku sudah tak ada disana. dia sedang berayun semu, menolak untuk membuka kembali lembaran kita terdahulu.

Untuk apa kau datang kembali? Kita berdua tahu kemana semua ini bermuara. kita seharusnya sudah paham, kita hanya mengulangi, ini semua sudah pernah terjadi. Dan akupun sudah tahu kemana pada akhirnya hatimu akan menepi. bukan padaku, tapi padanya.

Untuk apa kita ulangi semua? ini bagai bilur duri merobek ari. tak lain hanya rasa perih yang akan kita bagi. tak ada cinta, hanya sebatas luka lama yang akan kembali kau buka,

Bandung, 18 Desember 2012

Menakar Cinta

Bagaimanakah cara menakar cinta? dengan berbagai dilatasi waktu yang seakan menggebu tetapi bisa berhenti sewaktu-waktu. Serta tumpukan beban dalam nurani dan harga diri yang kian terabrasi, terkikis ironi tanpa henti. Tak ada yang tahu pasti besar nilai sebuah pengorbanan dalam dimensi cinta yang hakiki bukan?

Pun dengan benci, tak ada yang tahu kapan dia akan pergi. Kokoh dinding isolasi yang kubangun dalam sunyi selama bertahun-tahun ternyata runtuh dengan tragis, dengan manis. Hanya oleh sebentuk sapa yang mungkin tak punya arti apa-apa.

Lalu disinilah kita berdiri, di dalam lingkaran waktu masa lalu. Roda memori tempat dulu aku pernah terjatuh karenamu, dan mungkin akan terjatuh lagi.. masih karenamu.

Bandung, 12 Mei 2012