Pagi itu, Maya tak dapat menemukan pena penggambar senyuman miliknya. Awalnya dia pikir benda itu terjatuh dari wastafel, tapi tak ada apapun di lantai kamar mandi. Setengah jam berikutnya dia habiskan untuk mencari-cari pena itu di seluruh bagian kamar tidurnya, sampai dia menyadari bahwa dirinya sudah hampir terlambat untuk mengejar kereta pagi.

Dia menatap pantulan wajahnya di cermin. Tanpa senyuman, wajahnya jadi terlihat sangat aneh. Bagaimana mungkin aku bisa keluar rumah dengan kondisi wajah seperti ini?

*

Petangnya, tepat pada saat jam kantor usai. Maya tergesa-gesa berjalan keluar dari kantornya. Kepalanya menunduk, dia tak kuasa melihat ke depan. Apa yang dia khawatirkan benar-benar terjadi. Hari itu hampir semua orang yang ditemuinya melihatnya dengan tatapan aneh.

Lihat, wanita itu tak tersenyum!

Tak sopan, ya. Berbicara dengan orang lain tanpa senyuman..

Berani sekali dia keluar rumah tanpa tersenyum..

Kau lihat wajahnya? Aneh sekali..

Dia dapat mendengar sayup-sayup bisikan mereka. Sepanjang jalan Maya melirik ke kanan-kiri, mencari-cari toko yang menjual peralatan rias. Seingatnya ada beberapa toko semacam itu di dekat daerah ini.

Ah, itu dia. Di dekat perempatan yang mengarah ke jalan besar, Maya menemukan toko yang dicarinya. Bagian depan toko itu penuh dengan poster wanita yang sedang tersenyum. Dengan segera dia membuka pintu dan masuk ke dalam toko.

*

Terdengar gemerincing suara lonceng.

Seorang pria dengan rambut klimis dan berseragam putih terlihat bergegas menghampirinya. Pria itu seperti hendak bertanya, namun segera setelah pria itu menatap wajahnya, dia menunjuk deretan rak yang berada di bagian kanan dari toko itu.

“Astaga! Sepertinya nona kehilangan pena senyuman nona. Tenang saja, kami punya banyak sekali di bagian sana.”

Maya berjalan menuju deretan rak yang ditunjuk pria itu. Dia dapat melihat berbagai macam pena serta contoh gambar senyuman terpampang di masing-masing bagian rak.

“Pena sebelumnya model apa?” tanya pria itu.

Dia berpikir sebentar. Dia baru menyadari jika dirinya tidak ingat model pena yang selama ini dia gunakan.

“Entahlah, aku lupa. Pena itu sudah kugunakan lebih dari lima tahun.”

“Selama itu nona tidak pernah mengganti pena senyuman nona?”

Maya mengangguk.

“Kalau begitu coba cari saja jenis pena yang lain. Kami punya berbagai macam, dari model klasik sampai model terbaru. Sudah pernah coba yang ini?” dia mengambil sebuah pena berwarna kuning dengan ornamen hati berwarna merah muda dari rak paling atas.

“Ini Pena Bahagia Nomor 5C. Untuk menggambarkan senyuman ketika nona bahagia karena sedang jatuh cinta. Sangat populer, garisnya tebal dan bisa tahan sampai dua belas jam.”

“Aku tidak sedang jatuh cinta.”

Pria itu kemudian mengambil sebuah pena lain. kali ini warnanya biru bergaris putih.

“Ini Pena Bersyukur. Model 12. Senyuman didesain lebih lebar karena ada keluarga yang akan terus menemani nona dalam semua keadaan. Baik ataupun buruk.”

Maya kembali menggeleng. “Aku ingin penaku yang dulu.”

“Hmm, sepertinya nona harus lebih spesifik. Apa nona ingat ciri-cirinya?”

“Warnanya putih.”

“Lalu?”

“Sampai saat ini hanya itu yang aku ingat.”

Pria itu berpikir selama beberapa saat, kemudian dia berseru. “Ah! Saya tahu Pena yang nona maksud.” Dia kemudian berjalan ke arah rak yang berada agak jauh dari sana. tak lama, pria itu kembali membawa sebuah pena panjang berwarna putih dengan ornamen emas.

“Pena Rezeki. Ini memang cocok dengan wajah nona yang putih bersinar. Limited Edition, hanya dibuat sedikit. Ini menggambarkan senyuman ketika nona memiliki lebih banyak uang dari yang bisa nona hitung.”

Maya menggeleng.

“Pena kemasyhuran? Banyak artis yang menggunakan Pena seri ini, lho.” Pria itu kembali membawa pena berwarna putih yang lain.

“Bukan. Aku ingat sekarang. Pena milikku putih polos, tanpa ada warna ataupun ornamen lainnya.”

Pria itu mengerutkan kening sambil mengetukan jemarinya ke rak. Dia tampak berpikir keras.

“Putih polos tanpa ornamen apapun?”

Maya mengangguk.

“Saya rasanya belum pernah melihat pena berwarna putih polos seperti itu. Mungkin model lama?”

“Bisa jadi. Seperti yang sudah aku bilang, sudah lebih dari lima tahun aku menggunakan Pena itu. Mungkin sekarang sudah tidak lagi yang menggunakannya.”

“Biar saya coba cari di katalog toko.”

Maya berpikir selama beberapa detik, sebelum akhirnya berbicara. “Tidak usah. Aku mau lihat-lihat dulu saja Pena yang ada di sini.”

Pria itu mengangguk singkat, “Saya ada di kasir bila nona butuh bantuan.”

Setelah pria itu pergi. Dengan perlahan Maya mengamati barisan pena dengan berbagai warna dan ornamen yang terpampang di hadapannya, ada begitu banyak pena, dengan berbagai macam alasan untuk tersenyum. Penanya pasti ada di suatu tempat di antara tumpukan ini.

Jemarinya menelusuri semua jenis pena senyuman yang ada di sana, dia membaca keterangan dan brosur dari pena-pena itu, tapi tak ada satupun yang cocok untuk dirinya.  Tak terasa satu jam telah berlalu.

“Sudah ketemu?” pria itu untuk ke lima belas kalinya kembali bertanya. Sepertinya toko ini sudah mau tutup.

“Belum.”

“Menyerah saja nona, dan coba pena baru.”

Maya menghela napas. Mungkin pria itu benar. Lagipula saat ini dia sudah terlalu lelah untuk mencari. Dia kemudian asal mengambil sebuah pena, dan berjalan ke arah kasir.

Saat dia melirik sekali lagi ke arah tumpukan pena di belakangnya, matanya menangkap sesuatu. Maya menghampiri rak itu. Rak itu penuh dengan pena berwarna polos. Dan tepat di hadapannya ada sebuah pena berwarna putih polos. Bukan sembarang Pena, tapi Pena miliknya.

Maya meletakan pena yang tadi dia ambil secara sembarangan, kemudian dia mengambil satu buah pena putih polos itu.

“Aku menemukannya. Kalian menyimpannya di rak yang salah.” Katanya sambil menghampiri pria di kasir, seraya meletakan pena itu di hadapannya.

Pria itu menatap pena putih polos yang tergeletak di hadapannya.

“Uhm, tidak ada pena seperti ini di rak senyuman. Di mana nona menemukannya?”

Maya menoleh ke belakang, kemudian menunjuk salah satu rak.

Pria itu terdiam selama beberapa detik, matanya lekat menatap wajah Maya.

“Ada apa?”

“Nona, ini memang pena senyuman, tapi jenis senyuman yang lain. tidak seharusnya nona menggunakan pena ini untuk keperluan sehari-hari. Apalagi selama lebih dari lima tahun.”

“Memangnya ini pena jenis apa?”

Senyum Keterpurukan.”

***

Jakarta, 21 November 2016

Bagikan
Ikuti
Notify of
guest

1 Comment
Terlama
Terbaru Terpilih
Inline Feedbacks
Lihat semua komentar
JASA DESAIN arsitek

I like it

1
0
Beri Komentarx
()
x