Astri terisak. Dia meringkuk di dalam sebuah ceruk kecil di bibir tebing. Kakinya terasa ngilu karena dipaksa berlari, Bagian lengan dan kakinya yang tidak tertutup pakaian perih karena tergores oleh duri dan ranting-ranting pohon. Astri masih berusaha untuk mencerna apa yang sebenarnya sedang terjadi. Kenapa tiba-tiba Yanti ingin membunuhnya?
Pelan-pelan matanya melirik ke arah Yanti. Sejauh ini tubuh Yanti masih terkapar tak bergerak. Darah segar tampak mengalir dari pelipisnya, merembes ke permukaan tanah dan rerumputan. Astri tak ingin tahu Yanti masih hidup atau sudah mati, dia tak peduli. Dia hanya ingin segera pergi dari tempat ini.
Namun dia tidak bisa gegabah bergerak. Astri melirik ke depan. Beberapa meter dari ceruk tempatnya meringkuk, sesosok pria tampak berdiri mematung. Astri hanya bisa melihat sebagian dari tubuh pria itu, sebagian lainnya tersembunyi di balik bayangan pepohonan. Tapi Astri tahu pasti siapa pria itu.
Pria itu adalah Wawan, orang yang disebut ‘miring’ oleh Kusumo.
Continue reading “[Fiksi] – Getihwesi (VI)”