“Jangan disentuh, bahaya!” Teriak seseorang di belakang Astri. Mendengar teriakan itu, Astri sontak menarik tangannya dari bawah tetasan air. Ia menoleh ke belakang, Kusumo tergopoh-gopoh berlari ke arahnya. Di sebelah Kusumo berjalan seorang pria. Pria itu mengenakan beskap[1]. Dia terlihat masih muda, mungkin hanya beberapa tahun lebih tua dari Astri. Wajahnya halus, dan sorot matanya lembut.
“Air hujan merah ini berbahaya jika disentuh,” ujar pria itu. Suaranya ternyata sehalus dan selembut sorot matanya. Dia menyeka tangan Astri dengan sapu tangan putih yang dibawanya, seraya memperkenalkan diri. “Saya Pringadi, Kepala Desa Getihwesi. Mas Mo, tolong antar Mbaknya ini diantar cuci tangan,” perintahnya.
Continue reading “[Fiksi] – Getihwesi (Bagian 2)”