Tahun 2008, saat pindah ke Bintaro untuk melanjutkan sekolah, saya baru menyadari bahwa selama empat belas tahun sebelumnya saya tinggal di rumah yang terletak di sebuah jalan dengan nama yang ternyata cukup nyeleneh; Jalan Burujul.
Continue reading “#14 – Empty House”Pujian dan perhatian adalah candu. Sudah sejak awal waktu, dan akan selalu seperti itu. Pujian dan perhatian adalah dahaga yang tak akan pernah terpuaskan.
Dia tak pernah hilang, hanya berubah bentuk.
Continue reading “#3 – Membandingkan Hidup”Aku melihat kita..
Kali ini dalam putaran bisu seluloid yang berpendar. Bercahaya muram di layar kusam. Memunculkan frame demi frame kisah kita dalam balutan warna technicolor yang mulai buram.
Aku duduk disana, seperti biasa. Baris kelima dari atas, bangku nomor duabelas. Tanganku menggenggam dua buah tiket kertas. Monoton, Aku mencoba menonton bersama sebungkus pop corn.
Ah! Itu kita..
Betapa kita masih belia dan belum dewasa. Betapa kita nyaman berjalan dalam senyuman. Betapa kita gembira berbicara dalam gelak tawa. Betapa kita hidup bahagia dalam bersama.
Aku tersipu.. Merasa malu. Dalam gambar itu hanya ada kita berdua, suka cita
Dan saat ini adalah aku yang duduk di bangku itu,yang datang secara rutin untuk menontonnya, menikmatinya, mengenangnya..
Tapi seperti biasanya, hanya aku sendirian disini, kau tak pernah datang menonton.
Bintaro, 21 September 2011
Terlalu cepat..
jika boleh aku katakan, Engkau renggut takdir yang terjalin diantara kami. Pria gagah yang dulu kubanggakan, kini tinggal kenangan.
Terlalu cepat..
jika boleh aku sayangkan, Engkau buat dia meninggalkan kami semua. Pria bijaksana yang dulu kujadikan panutan, kini tinggal dalam angan.
Ayah, masih banyak yang belum sempat kubuktikan, apalagi kuberikan. membalas kasih sayangmu pun rasanya belum tuntas aku laksanakan.. masih jauh jalanku untuk jadi anak yang bisa kau banggakan.. tapi rupanya semua itu takkan pernah sempat kutunjukan.
Ayah, masih banyak yang belum aku katakan, setumpuk persoalan yang belum sempat kita diskusikan. juga belum sempat kuucapkan, betapa aku, ibu, kami semua menyayangimu sepenuh hati.
Lihatlah aku ayah..
lihat aku yang sekuat tenaga menahan perih dan getir, bersusah payah mengunci tangis dalam sanubari. lihatlah aku yang berusaha tegar untuk dirimu..
lihat ibu yang sedang menangis sendu, wanita yang cintanya tak pernah habis untukmu. kekasih hati yang senantiasa menemanimu.. lihatlah bagaimana sekarang dia tertunduk lesu..
Kepada siapa sekarang aku harus mengadu..
langkah siapa yang harus aku tiru..
aku tak tau..
Tabahkanlah hati ibu oh Tuhan.. jangan biarkan kesedihan terus mewarnai harinya kelak, Karena kami tau Engkau Maha Pengasih.. karna kami yakin Engkau Maha Penyayang.
Kuatkanlah hati kami mulai saat ini Ya Tuhan, bulatkan tekad kami, kuatkan iman kami.. karna kami semua tau, Setiap yang berasal dariMu akan kembali lagi padaMu.. Karna Engkau Maha Adil
Mudahkanlah jalan kami, jadikan cobaan ini tambalan bagi iman kami.. karna Engkau Maha Tahu, apa-apa yang terbaik bagi kami..
Biarkan kami semua berkumpul kembali kelak, dalam dekapan cahaya surga.. kali ini untuk selamanya.
Untuk sahabat saya, Dona dan Doni, serta keluarganya besarnya.
Allah tau yang terbaik, Allah tau yang terbaik.Bandung, 27 November 2010