Kami menyusuri sebuah lorong yang panjang dan gelap. Penerangan hanya berasal dari satu-dua lampu LED yang berada di langit-langit. Kapten berjalan paling depan sementara Ollie berjaga paling belakang. Di antara mereka berdua aku dan Lewis berjalan beriringan. Aku berjaga dengan extra siaga karena Lewis hanya bisa menggunakan sebelah tangannya.
Continue reading “[Fiksi] – Simbol (Bagian II – Selesai)”Kami berlima meringkuk di balik sebuah tembok beton reruntuhan bangunan peradaban lama. Di seberang sana riuh dengan desingan senapan laser dan dentuman granat antimatter. Tentara Imperium dan Republik perlahan tapi pasti mulai merangsek masuk dan menjadikan tempat ini arena pertempuran.
Negara kecil ini akan segera hancur. Tapi sebelum itu terjadi, kami harus bisa mengambil benda yang menjadi penyebab semua peperangan ini. Sebuah harapan. Sebuah simbol.
Antara kami dan tempat benda itu disimpan, berdiri beberapa buah Crawler, robot-monster setinggi tiga meter. Cakar-cakar mereka berlapis baja, bisa dengan mudah mengoyak dinding beton. Keenam mata mereka berputar liar, mengawasi keadaan sekitar. Punggung mereka berdengung, dengan lubang-lubang yang mengeluarkan asap panas.
Continue reading “[Fiksi] – Simbol (Bagian I)”Tahun 1994, seminggu sebelum perayaan natal, tiga pria asal Prancis bernama Eliette Brunel-Deschamps, Christian Hillaire, and Jean-Marie Chauvet, berpetualang di sepanjang sungai Ardèche, yang terletak bagian selatan Prancis. Mereka berniat untuk menjelajah ke dalam sebuah lubang kecil yang oleh penduduk lokal diberi nama Trou de Baba.
Ketiganya adalah Speolologist, peneliti dan penjelajah gua profesional.
Continue reading “#5 – Medium Bercerita”